Minggu, 01 Januari 2012

Perjuangan Diantara Desingan Peluru dan Bungkus Kacang

Meutya Hafid dan Budiyanto Source pict: catetanlaen.wordpress.com
"Sebelumnya saya mohon maaf, tulisan ini tidak bermaksud untuk meremehkan profesi jurnalis, sebenarnya saya ingin agar pembaca blog ini, khususnya siswa saya lebih menghargai hasil kerja jurnalis"

Hari pertama tahun baru kali ini terlihat mendung, hanya sedikit sinar matahari yang menembus sela-sela awan, mungkin hal ini disebabkan karena cuaca dan awan gelap mulai menghampiri kota ini. Udara terasa lebih dingin walaupun jam ditangan saya baru menunjuk kerah jam 2 siang, AC mobil pun dikecilkan dan diarahkan ke kaca depan untuk menghilangkan embun yang menghalangi penglihatan. 


Hiruk pikuk kota tidak seperti biasanya, mungkin karena banyak orang merayakan tahun baru dengan keluarga maupun kekasihnya, sama seperti halnya saya, pergi ke kota ini untuk mengisi liburan bersama keluarga. Setelah berputar-putar dan makan siang akhirnya kami menuju kesebuah tempat favorit ibu-ibu di kota kembang ini, biasanya di kota ini terkenal dengan FO nya, ya memang ternyata banyak FO nya, hemm mungkin saya juga bisa beruntung dengan menemukan tshirt favorit di FO jalan dagio ini.

Singkat cerita karena saya terlalu pusing di dalam gedung akhirnya saya keluar terlebih dahulu, ya sekedar cari udara, karena udara alam ternyata lebih segar dibanding AC. Setetes demi setetes air berjatuhan rintik-rintik, sebaiknya minum teh anget dan makan gorengan, maklum orang dari daerah seperti saya meskipun ke kota tetep aja yang dicari gorengan hehe.

Saya berjalan menunduk seakan-akan menghidari hujan gerimis yang jatuh dari atas, kalo dipikir lagi kenapa saya nunduk, kan ujannya datang dari atas dan jatuh disembarang tempat dengan frekuensi jatuh setiap butir airnya kurang dari 1 detik, kalo ujan datang dari depan dan horizontal mungkin masuk akal kalo saya nundukin kepala hehe, ok ga usah dibahas semua orang didunia juga melakukan hal yang sama, hehe.

Ketika mau menghampiri si bapa gorengan, dari samping saya ada yang menyapa dengan keramahan "cep mau kacang rebus? masih anget nih", wah saya pikir kenapa engga mungkin tu cemilan bisa mendukung suasana, ya karena senyum si bapa sangat manis akhirnya saya beli satu bungkus kacang dengan harga rp. 5000, dan saya membatalkan gorengannya, seru juga di tempat seperti ini banyak pedagang kaki lima, jadi ga takut kalo beli (ga takut kurang duit hehe).

Satu menit kemudian saya duduk disebuah kursi panjang yang sedikit basah, perlahan saya membuka bungkus kacang itu, kemudian saya buka kulitnya dan makan satu persatu (ya iya..lah masa langsung dikunyah), tak lama kemudian perhatian saya tertuju ke bungkus kacang yang lucu ini, ternyata dibungkus menggunakan koran, saya pikir iseng-iseng sambil minum teh, makan kacang, saya bisa baca koran hehe. Karena saya aga lemot beberapa menit dari situ baru saya ngeh ternyata di koran itu tertulis tentang tergulingnya Khadafi pemimpin Libya itu.

Dengan pikiran saya yang sempit ini saya berusaha mengaitkan dan mengimajinasikan "sesuatu" (sengaja saya kasih tanda petik biar kaya Sahrini, hehe), dalam benak bertanya bagaimana ya cara jurnalis meliput berita ini, dan siapa nama jurnalisnya, apa dia punya keluarga, terus kenapa mau kerja seperti ini, kemudian saya teringat pemberitaan di tv bahwa ada jurnalis indonesia Meutya dan Budiyanto yang ditawan di irak, kemudian jurnalis indonesia Alm Ersa Seregar dan Feri Santoro yang ditawan oleh GAM, dan wartawan asing lainnya yang pernah ditawan di Timur tengah.

Alm Ersa Siregar  pict source: catetanlaen.wordpress.com
Tak lama dari situ saya menyadari "sesuatu", mereka para jurnalis bekerja bukan hanya untuk dirinya mencari uang, tapi untuk kemerdekaan manusia dalam mengeluarkan mendapat dan menyalurkan informasi. Jika dipikir lagi jurnalis ini dikatakan sebagai cahaya yang menerangi kegelapan informasi dan sebagai manusia yang mampu membuka jembatan penghubung antar belahan dunia. DAN sekarang hasil kerja keras mereka dalam menghidari sejumlah peluru, RPG, bom molotov, berakhir ditangan saya sebagai pembungkus kacang.


"Jurnalis adalah pahlawan. Pahlawan yang memberitakan kebenaran di antara dua pihak yang bertikai. Pahlawan yang memberitakan penderitaan rakyat, pahlawan yang menjunjung tinggi nilai kebernaran"

Dalam pikiran saya meletup-letup dan seakan ada yang berbisik mengatakan bahwa Jurnalis seperti ini bukan bekerja untuk dirinya, bukan bekerja untuk perusahaannya tapi untuk umat manusia, mereka adalah pahlawan, tidak sepantasnya karya mereka menjadi pembungkus kacang. Saya menganggukkan kepala seakan-akan saya menyetujui  apa kata pikiran saya sendiri dan disetujui oleh saya sendiri, terus kenapa mengangguk? (tanya aja ama pemain catur...hehe).

Saya lumayan kesal sama si bapa ini tapi eh setelah saya ingat-ingat lagi, 2 bulan yang lalu saya pernah membungkus baju saya dengan koran, kemudian membungkus gelas dengan koran biar ga pecah, kemudian memberi saran ke ibu saya "bungkus aja pake koran...", hmmm ternyata saya termasuk orang yang pernah menggunakan koran sebagai pembungkus, maafkan saya, atas keterbatasan pengetahuan saya, atas ketidak tahuan saya.

Dengan penuh percaya diri, tangan bertolak pinggang, mengenakan kostum superman serta musik perjuangan "mulai saat ini saya akan memilih bagian koran, jika saya terpaksa harus menggunakannya sebagai alat pembungkus, saya akan memilih yang tidak ada beritanya,kalo iklan jadikan pembungkus aja" sedangkan beritanya akan saya tempel dan dibuat kliping, sisanya saya antarkan ke tempat daur ulang untuk dijadikan koran lagi.

Mohon maaf atas keterbatasan saya, saya hanya ingin menulis yang saya rasakan dan tulisan ini bukan artikel.
Selamat berjuang para jurnalis, terima kasih atas dedikasi anda!

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda disini, terima kasih.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes