Sabtu, 10 November 2012

Bahasa Gaul dalam Kegalauan Remaja


Bahasa Gaul dalam Kegalauan Remaja
(sebuah artikel ringan tentang bahasa remaja)

Pada tulisan ini, penulis akan berusaha mencoba menggunakan bahasa se “gaul” mungkin, dengan tujuan agar pesan dalam tulisan ini dapat sampai ke pembaca. Tulisan ini terinspirasi dari pembicaraan dengan beberapa remaja baik secara langsung maupun melalui media sosial seperti twitter dan facebook (*diam-diam mengamati dan mempelajari, hehe)
Bahasa Gaul dan Kegalauan
Perkembangan jaman tidak hanya ditandai dengan kemajuan teknologi akan tetapi ditandai juga dengan perubahan tata bahasa dalam pergaulan remaja. Sejak awal tahun 1980, remaja memiliki bahasa jamannya sendiri meskipun ada beberapa jenis bahasa “gaul” yang berbeda, akan tetapi pada prinsipnya remaja tetap saja sama.
Pada tahun 1980 an muncul kata seperti “brokap?”=berapa, “capcus ne”= pergi yuk, “akika”=aku, “cemungut eaa”=semangat, “baryaw”=sabar ya, “brengkot”=brangkat, “unyu”=lucu, sudah sering terdengar, dan sebetulnya pada waktu itu bahasa gaul hanya digunakan oleh kelompok tertentu seperti kelompok waria, pergaulan salon dll, namun sekarang ini bahasa gaul menjadi bahasa remaja secara umum bahkan ada yang mengatakan sebagai bahasa “alay” atau berlebihan/dramatisir. Dan individu yang hidup dalam masa “remaja” ini merasa bahwa mereka yang paling “cool” (baca: keren) hehe.


Dalam buku pengantar ilmu komunikasi karangan Deddy Mulyana disebutkan, bahwa bahasa gaul ini digunakan untuk memproteksi kelompok mereka dari komunitas lain. Sehingga komunikasi yang mereka lakukan, hanya kelompok mereka saja yang mengerti. Hal tersebut menunjukan bahwa remaja dalam kelompoknya membuat tata bahasa tersendiri agar orang lain tidak memahami apa yang dibicarakan atau mungkin agar kelihatan lebih “gaul”.
Kemudian jika dikaitkan dengan Karakteristik perkembangan remaja, sesungguhnya perkembangan bahasa gaul ini di dukung oleh perkembangan kognitif yang menurut Jean Peaget telah mencapai tahap operasional formal.
Sejalan dengan perkembangan psikis remaja  sebetulnya mereka sedang berada pada fase pencarian jati diri, pada tahap ini kemampuan berbahasa pada remaja mulai berbeda meskipun terkadang menyimpang dari norma umum. Oleh karena demikian kondisi remaja pada tahap ini merupakan kondisi paling sulit antara berbuat “sama” atau “tidak sama” dengan teman-temannya, jika mereka berbahasa “tidak sama” artinya mereka tidak akan dapat diterima dikelompoknya atau mungkin dikatakan sebagai “remaja kolot”.
Sebagai contoh:
Remaja A: eh liat tu cewek kece badai ?
Remaja B: kece badai? apa artinya?
Remaja A: “masa ga tau, ah lo ga gaul ah” itu sama artinya “lo bukan temen gue!”
Berdasarkan pengamatan sehari-hari, sebetulnya tidak semua remaja menyukai bahasa gaul, beberapa dari mereka menggunakan bahasa gaul ini hanya untuk diterima di lingkungannya, banyaknya tekanan eksternal dan pergumulan dalam diri remaja menyebabkan mereka semakin tidak mengetahui jati diri mereka. Kegelisahan seperti inilah yang sering disebut oleh remaja sekarang sebagai “kegalauan”, kegelisahan dimana remaja harus mampu mencari jati diri menuju dewasa. Selain itu istilah “galau” ini bisa dikatakan sebagai suatu perasaan yang tidak menentu mengenai suatu hal, dan ini berlaku untuk setiap situasi baik masalah pertemanan, masalah cinta, sekolah, keluarga dan lain-lain.
Pada masa “galau” ini beberapa remaja mencoba mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress ataupun konflik dengan melakukan mekanisme pertahanan diri, baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. seperti yang diungkapkan oleh Freud: Such defense mechanisms are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptable impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002)

Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada keadaan ini terkadang remaja secara sadar maupun tidak sadar melakukan penipuan diri agar mereka merasa aman, nyaman, dan merasa dalam lingkungan “yang mau mengakui eksistensi mereka”, biasanya mereka  mengatakan “ini genk aku, aku nyaman dengan mereka dan teman-teman aku mengenal siapa aku”. Ada yang pura-pura gaul, pura-pura suka, pura-pura eksis, dan hal ini biasanya dilakukan untuk memperlihatkan bahwa mereka sebagai remaja memiliki pemikiran mandiri  dan merasa bahwa pemikiran dan keinginannya layak dipertimbangkan oleh orang dewasa.
Bahasa Gaul Merusak Etika Komunikasi
Kehadiran bahasa gaul dalam pergaulan remaja memang memiliki keunikan tersendiri, namun tidak sedikit pula bahasa gaul ini malah menimbulkan gangguan komunikasi yang besar. Bahasa gaul menjadi gangguan komunikasi yang besar karena dapat menyebabkan tidak tercapainya suatu “commonness” atau persamaan makna dalam menafsirkan suatu informasi. Sedangkan dalam prinsip komunikasi dijelaskan bahwa, komunikasi dikatakan berhasil jika komunikator dapat memiliki kesamaan makna/pemahaman informasi  dengan komunikannya.
Selain itu apabila dilihat dari hubungan sosial maka bahasa gaul ini justru dapat menjadi pemecah antar kelompok, dan merusak etika berhubungan dalam keluarga maupun masyarakat.
Sebagai contoh:
Orang tua: “nak bagaimana sekolah nya?”
Anak: “kepo ah mah!”
Orang tua: “apa??”
Dari contoh dialog diatas dapat dilihat bahwa bahasa gaul dapat merusak tatanan etika berkomunikasi dalam keluarga, dimana seorang anak tidak menghargai orang tuanya dengan menggunakan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang tuanya, jika hal ini terjadi maka akan semaikin besar jurang yang terbentuk antara dunia remaja dan dewasa.
Apa yang seharusnya dilakukan seorang remaja?
Bahasa gaul saat ini cenderung menyingkat kata, plesetan kata maupun menciptakan kata lain seperti: ciyuuss, useu, upay, kepo, stalkin, cengil, gaje, ateng, masbuloh, PHP, boke, badai, beuud, dan lain-lain (*diam-diam mengamati).  Mungkin hal ini dapat dikatakan sebagai kreatifitas maupun seni berkomunikasi antar remaja, namun apabila dicermati tentang penggunaan bahasa ini dan digunakan dalam konteks yang tidak tepat maka bahasa gaul ini akan menjadi gangguan komunikasi. Oleh karena itu remaja mestinya lebih cerdas dalam menempatkan bahasa gaul dalam situasi, dan menempatkan bahasa yang layak dalam situasi lebih formal atau ketika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Intinya remaja harus pintar menempatkan dirinya dalam berkomunikasi apakah dengan orang dewasa, remaja, atau anak-anak.
Apa yang seharusnya dilakukan orang dewasa?
Pada situasi “rumit” ini seorang dewasa harus mampu membuka pikiran dan mencoba memberikan pengertian akan pentingnya komunikasi efektif dalam keluarga ataupun situasi formal lainnya. Orang dewasa sedikitnya harus mengetahui beberapa jenis bahasa gaul dan keadaan stress/galau remaja, dengan tujuan untuk lebih memahami remaja dalam bergaul, memberikan rasa cinta, dan rasa aman, sehingga orang dewasa dapat melakukan suatu tindakan persuasif dan mengarahkan remaja dalam efektifitas komunikasi dan hubungan sosial. Dengan kata lain fenomena bahasa gaul ini harus dapat disikapi secara serius dan orang dewasa seharusanya dapat melakukan tindakan perbaikan terhadap penggunaan bahasa gaul dan memberikan pengertian akan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.  Kemudian dengan adanya sikap saling memahami semoga hubungan  seorang dewasa dan remaja akan semakin baik dan berkualitas.***

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda disini, terima kasih.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes